Minggu, 04 Oktober 2015

Bawa kembali ingatanku Teman


Tuhan ijinkan aku menata hidupku kembali, dengan sisa waktu dan kesempatan yang masih engkau pinjamkan untukku, biarkan aku menikmati arti persahabatan tanpa cinta yg menghancurkan keakraban dalam setiap canda tawa.

Aku ingin sekali punya teman, yang beneran nyata ada maksudku teman yang benar tulus bersikap baik padaku, bisa menerima aku dalam kehidupannya bukan teman dengan kepalsuan dan keperluan. Sudah lelah aku sendirian beeteman dengan sepi, bahagia seolah menepi dari hidupku yang mulai kusam. Aku telah memohon pada Tuhan untuk beri aku kesempatan mencari sahabat sebelum aku kehilangan waktu dan benar pergi sendirian.

Satu tahun yang lalau aku bertemu dengan seorang teman dimasa kecil, aku senang saat pertemuan itu dia masih mengenaliku, walau aku melupakannya, mungkin alzeimer mulai menyerang ingatanku perlahan dari ingatan akan teman.
 Saat itu pertemuan tanpa disengaja, sebuah kesengajaan yg berawal dari kecelakaan sebuah sepeda motor yang hampir menabrakku. Entah itu sebuah keberuntungan atau Tuhan masih percayakan  akan waktu aku selamat saat insiden itu. Lelaki berjaket hitam yang menggunakan helm tertutup lengkap dengan maskernya berhasil menahan dengan remnya. 
 Aku takut sekali dia memakiku karna lalai dalam menyebrang  jalan, aku masih sedikit ragu-ragu dan cemas saat melintasi jalan raya, traoma kecelakaan diwaktu kecil slalu membayangiku. Ketika aku sendirian menyebrangi jalanan, aku seperti orang bego’ , aku malu sekali terkesan seperti anak kampung yang baru melihat keramaian jalanan. Singkat cerita orang yang hampir menabrakku ternyata teman kecilku, dia mencoba menepikan motornya dan membuka helm kemudian memanggil namaku, aku hanya terdiam , bingung apa aku harus senyum karna rasa cemasku masih bergejolak dijantung, masih tidak percaya aku masih hidup.

 Dia mencoba turun dari motornya dan menghampiriku, mendekati mencoba memastikan apa aku terluka karnanya. Kemudian dia menarik tanganku, membantuku menyebrangi jalan . ketika sampai di sebrang jalan dia mengulangi pertanyaannya apa aku baik-baik saja. Hampir lima belas menit  aku bersamanya , namun aku masih diam tidak bisa berkata apapun, rasa shock dan ketidak yakinan akan keselamatan membuat ku terpaku.

 Tidak lama setelah itu dia pergi meninggalkanku, aku hanya bisa menatapnya dari jauh, mencoba mengingatnya siap dia, dan kenapa mengenaliku. Aku terus lihat dia sampai menju sebrang jalan dan menaiki motornya, dia memutar arah dan kembali lagi menemuiku. Dia bilang akan menghantarkanku pulang, aku menolak ikut dengannya, lantaran aku tidak kenal siapa dia. Tersenyum sengit dia menatapku dan berkata “ sungguh sombong dirimu, melupakan aku teman” tuturnya. 

Aku terkejut mendengar ucapannya, perlahan aku coba ungkapkan kata demi kata menyusun sebuah kalimat akan pernyataan dari ungkapannya “ maaf, aku tidak sombong , aku benar-benar tidak ingat kamu teman, apa kita pernah bertemu sebelumnya” jawab ku.

 Lalu dia menjawab “ kamu memang tidak benar berubah, selalu cuek tidak heran kamu bisa dengan mudah melupakanku, sepertinya aku harus berkenalan kembali denganmu anggap saja ini pertemuan pertama kita sebagai orang dewasa, bukan anak kecil lagi , aku Odi senang bisa bertemu kembali “

Mendengar namanya aku mulai ingat sedikit walau wajahnya aku masih sulit mengenali “ aku anisa, maaf odi jika aku melupkanmu, aku hanya sedikit pelupa terlebih karna kita sudah lama tidak bertemu”

“ aku tahu kamu anisa, dan masih ingat sekali wajahmu, tidak satupun yang berubah darimu, kamu masih seperti waktu itu” jawab odi.

“maafkan aku odi, aku lupa dan benar-benar lupa, lantaran kamu begitu berubah tinggi dari waktu itu, oya aku harus segera pulang, jika tidak semua orang akan panik mencariku, hari ini aku lupa bawa HP, jadi akan kesulitan bagi mereka mencariku “

“bolehkah aku mengantarmu pulang, ya anggap saja ini sebagai permohonan maaf atas kecelakaan tadi, dan aku juga mau menyambung silahturahmi kita yang terputus, lagian aku juga kangen dengan om dan tante, terlebih adik mu , apa dia sudah tumbuh besar?”

“odi, apa kita dulu teman , maksudku sahabat yang begitu dekat, sepertinya kamu tahu betul tentang keluargaku “

“ hahhaaha, anisa anisa kamu ini kenapa, sepertinya kamu sudah terlalu sombong atau benar-benar pelupa, yasudah mari aku antar pulang, kamu tidak lupakan jalan pulang, bisa sakit perutku ketawa terus melihat kekonyolanmu”.

Aku dan dia pun pulang kerumah, entah apa yang membuatku merasa nyaman didekatnya. Seandainya ingatanku masih utuh, mungkin lebih menyenangkan bertemu dengannya. Sepanjang perjalanan menuju rumah aku masih bertanya-tanya dan mencoba mengingat-ingat akan siapa dirinya kenapa dia kenal aku, dan baik apa aku pernah menjadi temannya.

Dari semua yang aku tuturkan dalam benakku, disetiap perjalanan pulang aku hanya bisa berterimakasih pada Tuhan, aku masih diberi kesempatan bahkan bertemu orang baik yang masih memperdulikanku dan mengingat bahkan menganggapku teman walau aku melupakannya..


Ketika aku menyinggung soal cinta, aku merasa asing dengan bahasan itu jika dicampuri dalam sebuah persahabatan, sepertinya kecintaan hanya menyulitkan komunikasi dan akhirnya hanya menjadi jarak dan perpecahan, biarlah aku nikmati waktu ini dengan sebaiknya tidak usah meminta lebih, karna ini lebih dari cukup. Aku menghargai apa yang Tuhan berikan pada hidupku, kebahagian dan ketulusan dalam sebuah pertemanan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjadi orang tua

Maa, kini tidur ku tak lagi nyenyak seperti dulu. Maa, kini ku sering terjaga di sepanjang malam ku. Maa, kini ku rasakan kepani...